JAKARTA, KOMPAS.com – “I don’t like to be known”. Lelaki paruh baya ini dengan jelas menegaskan siapa dirinya saat temu media pada acara peluncuran biografi Without Borders di The Plaza, Jakarta, Jumat (18/11/2016).
“Saya tidak suka sesuatu yang too much. Tidak suka sanjungan atau puja puji,” lanjutnya.
Karena itulah, ketika biografinya yang ditulis Teguh Sri Pambudi masih dalam proses penyuntingan, dia merasa harus menghapus beberapa bagian yang dianggapnya berlebihan.
Yang berlebihan, lanjut dia, bukanlah Iwan sebenarnya. Yang berlebihan, tidak menggambarkan Iwan seutuhnya.
Sebaliknya, dia lebih suka hal-hal paling jelek atau negatif sekalipun menjadi bagian dari buku biografinya.
“Supaya orang-orang yang membaca buku ini mengambil pelajaran,” ucapnya.
Ya, dia adalah Iwan Sunito, pendiri sekaligus CEO Crown Group, sebuah perusahaan properti yang berbasis di Australia.
Dia menyapa, dan menyalami satu-per satu dari sekitar 30-an jurnalis yang hadir siang itu. Bahkan, Iwan masih sempat menanyakan kabar keluarga.
Hal itu sekaligus mengonfirmasi kelahiran Surabaya 29 Juli 1996 ini adalah sosok yang ramah, dan rendah hati, sebagaimana kerap diceritakan orang-orang terdekatnya.
Kantor barunya di Indonesia yang demikian mentereng, berada di gedung bernilai sewa Rp 600.000 per meter persegi per bulan, tak menghapus sifat dan karakter Iwan.
Hamzah Alex Saifullah CEO Crown Group, Iwan Sunito.
Tampilan dan senyumannya masih sehangat perjumpaan kali pertama Kompas.com dengannya pada 11 tahun silam. Tak ada yang berubah.
Satu-satunya yang berbeda adalah kisah aktualnya. Dia mengungkapkan, tahun 2016 penjualan Crown Group telah mencapai lebih dari Rp 5 triliun.
Angka tersebut didapat dari pemasaran sejumlah produk properti. Satu di antaranya, Waterfall.
Apartemen ini dirancang sebanyak empat menara di kawasan Waterloo, kawasan pinggiran Sydney, dengan total 331 unit.
Selain penjualan, hal baru lainnya adalah kesediaan Iwan untuk membangun Indonesia. Tidak saja di sektor properti melalui pengembangan proyek bernilai triliun rupiah, juga obsesi membidani kelahiran 1 juta pemimpin radikal.
Bukan sembarang radikal tentu saja. Terminologi ini dipakai Iwan untuk menggambarkan prakondisi anak-anak muda yang mau menanggalkan perbedaan, termasuk agama, ras, suku, dan golongan.
“Kami (bersama Dino Pati Djalal) bersafari ke berbagai kota di Indonesia untuk memotivasi anak-anak muda dan memberikan edukasi demi pengembangan potensi mereka,” papar Iwan.
Kunci
Ada dua hal yang menjadi titik balik hidup, dan kunci suksesnya. Iwan menyebut blue ocean strategy (strategi kolam biru), dan almarhum Robby Djohan.
Nama terakhir diketahui sebagai mantan Direktur Utama Garuda Indonesia dan pernah menjabat pucuk pimpinan di berbagai bank swasta Nasional.
Strategi kolam biru sendiri merupakan sebuah buku yang membahas strategi bisnis, ditulis oleh W Chan Kim dan Renée Mauborgne, dan dipublikasikan pada tahun 2005.
Buku ini mengilustrasikan cara-cara meraih keuntungan serta pertumbuhan usaha yang tinggi melalui penciptaan permintaan dengan memanfaatkan pasar yang belum atau bahkan tidak dilirik oleh kompetitor.
www.iwan-sunito.com Iwan Sunito
Buku inilah yang dihadiahkan Robby yang dianggap Iwan sebagai salah satu mentor paling berpengaruh dalam segala pemikiran dan langkah bisnisnya.
Iwan pun menyadari dan kemudian mengubah pola pikir tentang tata kelola Crown Group yang didirikannya bersama Paul Sathio pada 1996 silam.
Menukil biografinya, dia berpendapat seharusnya Crown Group tidak boleh bertanding dengan orang yang membangun ratusan, bahkan ribuan unit di daerah yang sama.
“Kami mesti mencari akal untuk create our own goal, to create our own game,” kenangnya.
Terbukti strategi kolam biru ini telah memutar biduk Crown Group menjadi perusahaan properti yang disegani, dan salah satu terbesar di Australia.
Bahkan, baru-baru ini dia didapuk sebagai Property Person of The Year oleh Urban Taskforce Australia, dan Crown Group meraih apresiasi bergengsi dari Urban Development Institute of Australia NSW President’s Awards.
Iwan adalah manusia yang sudah selesai. Aktivitas filantropisnya jauh lebih banyak dan intensif.
Dia pernah menjadi ketua banding Tsunami Perusahaan Indonesia tahun 2006 dan telah terlibat secara aktif dalam penggalangan dana untuk Rumah Sakit Anak Sydney, Yayasan John Fawcett Eye di Bali dan panti asuhan di Indonesia.
Dia juga tercatat sebagai ketua Pusat Ibadah Kristen, dan B2B, sebuah program mentoring untuk profesional muda.
–– ADVERTISEMENT ––
properti.kompas.com
0 Response to "Iwan Sunito, Sepenggal Sukses Indonesia di Australia"
Post a Comment